Senin, 25 Agustus 2008

Kangen Tujuhbelasan di Kampung

Tanggal 17 Agustus, tentu saat yang membuat saya menunggu-nunggu untuk segera tahu ada kabar apa di kampung halaman saya. Saya tunggu beberapa telepon dari teman-teman saya, barang kali ada kabar menarik dari kota kelahiran saya ini mengenai kemeriahan tujuhbelasan tahun ini. Tak juga ada satu pun telepon nyasar ke Hp saya. Tentu saya tambah penasaran. Dag dig dug dan sungguh tidak menentu jadinya.

Sebab biasanya, di kampung saya, setiap tanggal 17 Agustus tiba, selalu diramaikan dengan segudang aktivitas masyarakat yang sangat luar biasa. Kalau di kampung-kampung di kota lain saya yakin apa yang dinamakan aneka ragam lomba pasti ada. Tapi saya yakin yang satu ini tidak ada di kampung-kampung kota lain di Indonesia ini. Pasar Jajan.

Ya, inilah salah satu momen yang saya tunggu-tunggu. Bukan karena melimpahnya jajanan atau panganan yang disajikan. Tapi lebih dari itu, adalah keakraban antar warga yang sangat tidak lazim. Benar-benar setiap peringatan hari kemerdekaan Indonesia ini, pasar jajan galibnya seperti sebuah pesta atau resepsi pengantin yang luar biasa. Bagaimana tidak, setiap rumah tiba-tiba disulap menjadi seperti kedai-kedai makanan yang menawarkan aneka macam menu. Gratis! Siapa yang datang akan disambut dengan hangat oleh sang empunya rumah tanpa harus mengenal satu sama lain. Jika Anda benar-benar warga Indonesia, boleh saja datang dan mampir sejenak untuk sekadar mencicipi menu yang mereka tawarkan pada Anda. Memang, mungkin ada beberapa menu yang mungkin tidak cocok pada lidah Anda sebab menu-menu ini umumnya merupakan masakan lokal.

Sembari ngobrol ngalor-ngidul tentang apa saja, Anda boleh jadikan tempat Anda mampir ini sebagai tempat beristirahat sejenak. Sebab masih ada banyak deretan rumah-rumah kampung yang akan menyambut lidah Anda.

"Mangga mas, mbak mampir." begitulah sapa mereka yang empunya rumah. Anda tidak perlu berbasa-basi untuk duduk di tempat-tempat duduk yang telah disediakan warga kampung saya ini.

Di tengah-tengah aktivitas yang padat itu pun beberapa lomba digelar di sana. Hal ini tentu menjadi hiburan yang menarik bagi kita yang tengah menyantap semua hidangan yang ada. Sesekali boleh pula Anda ikut bermain dalam lomba. Sebab tak ada batasan siapa pesertanya. Dan yang jelas, biasanya kegiatan semacam ini akan berlangsung secara bergiliran dari kampung satu ke kampung lainnya dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu hingga menjelang berakhirnya bulan Agustus. Luar biasa!

Saya kira inilah semangat kemerdekaan negeri kita ini. Kebersamaan. Sama-sama merasakan apa yang dihidangkan oleh siapa saja. Sama-sama merasakan kegembiraan yang disulut oleh kemeriahan tawa dan segudang gurauan yang bahkan liar sekalipun. Tak ada batas siapa Anda siapa mereka dan siapa saya. Semua sama. Bahkan seorang pejabat sekalipun tak perlu sungkan untuk duduk di atas tikar yang sempit sekalipun dengan sedikit berdesakan.

Tapi, baru kemarin saya pulang ke kampung saya ternyata tradisi ini mulai punah. Dan memang hal ini bahkan sudah mulai diwacanakan oleh pemerintah setempat untuk segera dihilangkan dengan alasan ini adalah kegiatan pemborosan. Mengingat selama ini banyak pula masyarakat yang mulai tertekan dengan kondisi ekonomi yang semakin semrawut.

Terus terang saya agak kecil hati. Namun apa boleh buat, alasan itu memang benar adanya. Tapi saya kembali menggugat. Kalau memang masyarakat saat ini tengah terpuruk, sebenarnya kenapa? Haruskah kebijakan pemerintah yang semakin ngawur dalam hal menerapkan sistem perekonomian yang semakin kacau ini harus mengorbankan keceriaan masyarakat? Memang merdeka tidak harus dihadiahi dengan kegembiraan, tapi harus disadari pula bahwa tradisi ini sudah membumi. Dan kalau memang masyarakat menderita saat ini, siapa yang patut dipersalahkan? Pemerintah? Tentu bukan mereka yang salah sebab mereka selalu mengelak untuk dipersalahkan. Tetapi dalam pikiran saya adalah karena sikap mereka yang kurang dapat memerdekakan negeri ini. Memerdekakan pikiran mereka untuk dapat lebih kreatif dalam menghasilkan kebijakan yang memihak pada rakyat bukan pada segelintir rakyat yang memiliki modal. Inilah makna kemerdekaan saat ini.

Merdeka adalah buat mereka yang memiliki kekuasaan. Merdeka adalah bagi mereka yang memiliki kemampuan untuk memainkan pena dalam menandatangani setiap perjanjian bisnis untuk menjual harga diri negara. Merdeka adalah bagi mereka yang hanya sibuk mengurusi bagaimana cara lepas dari jerat penjara akibat korupsi. Atau merdeka adalah bagi mereka yang tengah sibuk membetulkan posisi pantat mereka di atas kursi kekuasaan.

Ah, sayang kali ini saya harus membawa kabar yang tidak sama sekali menyenangkan ketika pulang kampung. Tapi saya tetap salut, beberapa dari warga kampung saya ini masih kukuh untuk melakukan tradisi pasar jajan itu. Semoga semangat kekeluargaan mereka ini tidak luntur kalaupun dapat, goyahkan pula kekuasaan penguasa dengan semangat itu. Saya yakin, mereka tidak akan banyak berbuat apa-apa kalau rakyat yang meminta.

Salam,

Tidak ada komentar: